PENDAHULUAN
Bangsa Arab sebagai sebuah bangsa
yang terkenal dengan kemampuan yang luar biasa dalam menggubah sya’ir, dan
sya’ir-sya’ir mereka diperlombakan, kemudian pemenang dari perlombaan tersebut
akan mendapatkan penghormatan dengan digantungnya karya yang telah dihasilkan
pada dinding Ka’bah. Melalui tradisi sastra inilah diketahui beberapa
peristiwa-peristiwa besar yang pernah terjadi. dan nilai-nilai yang meyertai
peristiwa penting itu juga mereka abadikan melalui kisah, dongeng, nasab, nyanyian,
sya’ir dan sebagainya.
Demikian juga dengan para
sejarawannya, mereka berusaha merekam setiap peristiwa penting yang terjadi, dan mereka senantiasa
eksis dengan masalah-masalah relevan untuk dikaji yang mereka suguhkan. Karena
itu mempelajari, menelaah dan merenungkan masalah-masalah yang mereka kemukakan
tetap urgen terutama dalam rangka menanggulangi problem nyata yang kita hadapi.
Ide-ide para sejarawan dan pemikir muslim, seperti, Ibnu Ishaq, at-Thobari, al
Mas’udi, al-Biruni dan Ibnu Khaldun, serta para sejarawan lainnya. maka dalam
makalah ini, penulis akan fokus membahas apa pengertian dari histiografi,tujuan dan manfaat dari histigrafi islam
itu sendiri.
Dimana histiografi adalah sebuah
kata yang berasal dari bahasa latin history,historia, yang bearti sejarah,
bukti, bijaksana dan graaf. Sedangkan penfertian harafiah histiografi adalah
tulisan tentang sejarah. Namun demikian sebagai ilmu histiografi merupakan bagian
dari ilmu sejarah yang mempelajari hasil-hasil dari tulisan atau karya sejarah
yang generasi ke generasi dari jaman ke jaman. Bahkan ada yang mengatakan bahwa
histiografi adalah sejarah dari sejarah. Dengan ilmu histiografi akan dibahas
hasil-hasil dari penulisan sejarah dari sejak manusia menghasilkan suatu karya
sejarah bagaimanapun sederhana bentuknya seperti cerita rakyat,lagenda,mitos
dan sebagainya sampai pada karya modern.
PEMBAHASA
A. Pengertian Histigrafi Islam
Kata ”historiografi”merupakan gabungan
dari dua kata, yaitu history yang berarti sejarah dan grafi yang berarti
deskripsi/penulisan. History berasal dari kata benda Yunani ”istoria” yang berarti ilmu.[1] Jadi Histiografi Islam adalah
penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang muslim yang sebagian besar ditulis
dalam bahasa arab.Yang pada perkembangan selanjutnya lebih banyak digunakan untuk pemaparan mengenai
gejala-gejala, terutamam tentang keadaan manusia, dalam urutan kronologis.[2] Sedang
”History” berarti arti masa lampau umat manusia. Sejarah memiliki dua pengertian,
yaitu sebagai kejadian yang terjadi pada masa lampau dan sejarah sebagai ilmu,
pada defenisi diatas sejarah hanya dipahami sebagai kejadian yang terjadi pada
masa lampau sehingga untuk mewakili pemahaman bahwa sejarah sebagai sebuah
disiplim ilmu, Taufik Abdllah meletakkan beberapa batasan tertentu tentang
peristiwa masa lampau tersebut, yaitu :
1.
pembatasan menyangkut waktu. Konsensus sejarah menetapkan bahwa sejarah
bermula ketika bukti-bukti sejarah tertulis telah ditemukan. Sedang sebelum
adanya bukti tersebut masuk dalam kategori ”prasejarah”.
2. pembatasan tentang peristiwa. Hanya
peristiwa yang menyangkut manusia yang menjadi objek sejarah
3. pembatasan tempat. Agar menjadi ilmu
maka tempat kejadian sebuah peristiwa menjadi bagian yang tidak terpisah
sehingga bisa menjadi objek penelitian.
4. seleksi. Tidak semua peristiwa yang
terjadi pada manusia termasuk dalam kategori sejarah, semua kejadian tersebut
bisa dianggap sejarah jika bisa digabung sehingga membentuk bagian-bagian dari
suatu proses, atau dinamika yang menjadi perhatian sejarawan.[3]
Historiografi adalah penulisan sejarah. Historiografi
merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah.
Menulis kisah sejarah bukanlah sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil
penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi
sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian.
Historiografi adalah ilmu yang mempelajari praktik
ilmu sejarah. Hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk
mempelajari metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai suatu disiplin
akademik. Istilah ini dapat pula merujuk pada bagian tertentu dari tulisan
sejarah. Sebagai contoh, “historiografi Indonesia mengenai Gerakan 30 September
selama rezim Soeharto” dapat merujuk pada pendekatan metodologis dan ide-ide
mengenai sejarah gerakan tersebut yang telah ditulis selama periode tersebut.
Sebagai suatu analisis meta dari deskripsi sejarah, arti ketiga ini dapat
berhubungan dengan kedua arti sebelumnya dalam pengertian bahwa analisis
tersebut biasanya terfokus pada narasi, interpretasi, pandangan umum,
penggunaan bukti-bukti, dan metode presentasi dari sejarawan lainnya.
Untuk itu, menulis sejarah memerlukan kecakapan dan
kemahiran. Historiografi merupakan rekaman tentang segala sesuatu yang dicatat
sebagai bahan pelajaran tentang perilaku yang baik. Sesudah menentukan judul,
mengumpulkan bahan-bahan atau sumber serta melakukan kritik dan seleksi, maka
mulailah menuliskan kisah sejarah.[4]
B. Ruang Lingkup Historiografi Islam
Historiografi terdiri dari dua kata yakni history dan graph, yang
secara maknawi dipahami sebagai sejarah
penulisan sejarah. Apa yang kemudian menjadi pokok pembahasan adalah
berkisar tentang sejarah dari penulisan sejarah, atau bisa dipahami, dalam
konteks yang praktis, mempelajari
bagaimana manusia menuliskan sejarahnya dari periode tertentu. Hampir
dalam setiap zaman, terdapat segolongan manusia yang mengkhususkan diri
mencatat pelbagai peristiwa dari masa lalu atau masa ketika ia hidup. Mulai
dari jatuh bangunnya kerajaan, peperangan, wabah penyakit, silsilah dan lain
sebagainya termaktub dalam penulisan sejarah.
Keberadaan penulisan sejarah adalah sejalan dengan
urgensi (kepentingan) sejarah itu sendiri. Jika dalam beberapa perjumpaan yang
lalu, pembahasan lebih banyak menekankan masalah sejarah sebagai peristiwa,
maka dalam satu semester ke depan, kita tidak lagi membincangkan sejarah dari
sudut pandang subjek, event (kejadian/peristiwa) serta kurun
waktu yang menyertainya. Pembahasan akan menitikberatkan pada bagaimana manusia
dari kurun tertentu menulis sejarahnya. Sepintas diketahui, tentu ada perbedaan
yang mencolok dari hasil penulisan sejarah masa lalu, masa kerajaan Majapahit
misalnya dengan Decawarnanna (Negarakertagama), dengan
yang ditemukan di masa sekarang, sebagai contoh seperti buku Indonesia
Dalam Arus Sejarah (terbit 2013).
Historiografi memiliki kedudukan penting dalam ilmu
sejarah. Dari subjek perkuliahan ini, sejarawan, mahasiswa serta
penggemar sejarah dapat mengetahui bagaimana sejarah itu ditulis. Social
setting yang dijumpai pada kurun kerajaan-kerajaan Islam besar
Berjaya, sekitar abad 16 hingga 17, tentu belum memungkinkan sejarah ditulis
dalam suatu lembaran tertib dan sistematis yang dicetak rapi dalam suatu buku.
Aksara latin pun belum dijumpai di masa itu, dan yang tidak kalah penting
adalah semangat zaman (zeitgeist) masa itu belumlah terbangun untuk
menghasilkan karya sejarah yang kaya akan tinjauan teoritis serta berimbang.
Perbedaan karakteristik di atas tentulah baru bisa
dijumpai di masa kontemporer. Masa kerajaan besar, sejarah masihlah ditulis
menggunakan tulisan tangan dan aksara yang sifatnya masih terlokalisir.
Dikatakan terlokalisir, mengingat masing-masing kerajaan atau cakupan geografis
tertentu mempunyai aksara dan lisan pengantar yang berbeda dengan daerah
lainnya. Misalnya saja, aksara Melayu Jawi jamak ditemui di kerajaan-kerajaan
atau wilayah yang didiami suku bangsa Melayu. Aksara Jawa Kawi yang banyak
digunakan di sebagian besar kerajaan serta suku bangsa Jawa (Ha Na Ca Ra Ka)
pada umumnya tidak dijumpai di Tanah Melayu, begitu pula sebaliknya.
Tinjaun lain
dari historiografi adalah mengetahui ciri-ciri, identitas serta kekhasan dari
penulisan sejarah dalam setiap periodenya. Hal tersebut bertujuan
mengetahui sejauh mana latar sosial menyokong kelahiran dari suatu penulisan
sejarah. Masa ketika Nusantara dikuasai kerajaan besar misalnya, maka penulisan
sejarah akan lebih banyak menyoroti keagungan raja yang sepintas membentuk
persepsi bahwa raja-raja selalu mendapatkan kejayaan dalam setiap
kepemimpinannya, dan menyedikitkan informasi mengenai kelemahan dan kegagalan
raja. Uraian tersebut lazim disebut dengan istilah istana sentris.
Ini merupakan salah satu ciri khas yang mencolok dari historiografi
tradisional.
Salah satu contoh populer dari penulisan historiografi
tradisional adalah buah tangan Nuruddin ar-Raniri berjudul Bustanussalatin.
Dalam bait 12 dan 13 versi PNRI (Perpustakaan Nasional Indonesia) maka
pembahasannya berkisar pada silsilah dan sejarah perkembangan kerajaan Melayu,
di mulai dari kemunculan tiga keturunan Iskandar Zulkarnain di Bukit Siguntang
Palembang. Mereka adalah Sang Sapurba, Sang Binaka dan Sang Nila Utama, dari
ketiganyalah raja-raja Melayu berasal. Dari sini, pemaparannya terus berlanjut
hingga penderian kerajaan-kerajaan Melayu seperti Malaka, Aceh Darussalam,
Pahang, Siak dan lain-lain. Hal-hal yang disampaikan ar-Raniri umumnya adalah
kemajuan atau kejayaan, perang, perebutan tahta serta hal-hal lain yang hanya
melibatkan raja dan keluarganya.
Hal yang berbeda dijumpai ketika menghadapi
karya-karya sejarah yang ditulis bangsa Eropa. Ketika membaca beberapa karya C.
Snouck Hurgronje (Aceh di Mata Kolonialis Jilid I & II) F. W.
Stapel ( Geschiedenis van Nederland Indie) atau juga H. J. De Graaf
(Mengenai Mataram sekitar 6 Jilid). maka
terasa betul superioritas bangsa Eropa atas penduduk Nusantara. Pandangan
“hitam putih” akan mudah dijumpai, betapa bangsa asing memandang rendah kaum
pribumi. Beberapa ada yang tegas menyatakannya, namun yang lain menyelipkan
subjektivitas tersebut dalam suatu penilaian pribadinya. Jika membaca
karya-karya ketiga sejarawan kolonialis tersebut, maka akan terasa betapa
penulisan sejarah mereka hanyalah didasari oleh semangat “ingin
menginformasikan” dan bukan pada tahap “membentuk persepsi kebangsaan
Indonesia”. Penulisan sejarah kolonial dipandang sebagai alat untuk
melegitimasi kekuasaan mereka atas Nusantara.
Kemudian, pengalaman yang agak berbeda kita jumpai
pula tatkala membaca Sejarah Nasional Indonesia terbitan Balai
Putaka yang dieditori oleh Marwati Djoened Ibrahim, Sartono Kartodirdjo dan
Nugroho Notosusanto, edisi pertamanya baru terbit tahun 1975. Karya sejarah ini
merupakan wujud dari kegelisahan intelektual peserta Kongres Sejarah I yang
diadakan di Yogyakarta tahun 1957. Salah satu keputusan penting dalam kongres
itu adalah bahwa orang Indonesia haruslah menulis sejarahnya sendiri
berdasarkan pada perspektif nasionalisme. Sejarah tidak lagi dianggap sebagai
hanya uraian mengenai masa lalu, melainkan sebagai pelajaran menumbuhka
kecintaan dan kesetiaan pada negara.
Uraian sejarah Nusantara ditampilkan dengan format
bahasa Indonesia (bukan terjemahan) dan didasari pada semangat zaman bahwa
bangsa kita mempunyai sejarah yang besar dan ini merupakan modalitas untuk
menjemput perubahan-perubahan elemental ke depan. Karya sejarah tersebut masuk
dalam kategori historiografi sesudah tahun 1957. Periode ini ditandai dengan
gegap gempitanya pencarian identitas bangsa melalui sejarah. Pada titik
tersebut, barulah dipahami bahwa “sejarah adalah cerminan masa depan” dalam
konteks kebangsaan dan kenegaraan.
Dari ketiga contoh penulisan sejarah di atas,
masing-masing dibuat di masa yang berbeda, bukan hanya dilihat dari tahunnya
melainkan dari latar sosialnya. Historiografi
juga menelaah seputar bagaimana karya itu bisa ditulis serta sebab-sebab yang
melatarbelakangi penulisan tersebut. Untuk itu, selanjutnya, mahasiswa
diharapkan mengetahui secara holistik (menyeluruh) mengenai keadaan
sosio-politik dan budaya yang mendasari suatu penulisan sejarah. Baik periode
tradisional, kolonial serta modern tentu mempunyai karakteristik yang saling berbeda. Nah,karakteristik ini juga menjadi perhatian dari
studi historiografi.[5]
C.
Tujuan Histiografi islam
Histigrafi islam adalah penulisan sejarah yang dilakukan
oleh orang muslim yang sebagian besar di tulis oleh orang Arab. Tujuan
Histiografi Islam adalah untuk menunjukan perkmbangan konsep sejarah baik di
dalam pemikiran maupun di dalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya disertai
dengan uraian mengenai pertumbuhan, perkembangan, dan kemunduran bentuk-bentuk
ekspresi yang dipergunakan dalam penyajian bahan-bahan sejarah.
Histiografi Islam juga berkaitan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan agama islam dan kedudukan sejarah di dalam
pendidikan islam telah memberikan pengaruh yang menentukan tingkat intelektual
penulisan sejarah.[6]
D. Historiografi Arab Pra Islam
Orang
Arab sebelum Islam dan pada awal kebangkitan Islam tidak menulis sejarah. Ada
dua faktor yang menyebabkan mereka tidak menulis sejarah tersebut. pertama,
karena mayoritas mereka adalah orang-orang yang buta aksara. Kedua, anggapan
mereka bahwa kekuatan mengingat lebih terhormat daripada menulis. Sehingga
semua peristiwa hanya diingat dan diceritakan berulang-ulang.
Adapun sejarah Arab pra Islam yang
dapat dipercaya adalah peninggalan-peninggalan arkeologis yang masih dapat
ditemukan didaerah Yaman, Hadhramaut, sebelah utara Hijaz dan sebelah selatan
Syiria. Untuk mengetahui secara
mendalam sejarah perjalanan dan warisan asli penduduk Jazirah Arab pada masa
Jahiliyah, maka hanya tradisi lisan yang bisa ditelusuri, karena orang-orang
Arab pra Islam telah mengenal tradisi yang menyerupai bentuk sejarah lisan
tersebut, baik yang dikenal dengan al Ayyam maupun al
Ansab.
1.
Ayyam al Arab
Adapun yang dimaksud dengan ayyam
al Arab perang-perang antar kabilah Arab. Dikalangan kabilah Arab
Jahiliyah sangat sering terjadi perang antar kabilah baik disebabkan
perselisihan untuk memilih pemimpin, perebutan sumber air dan perebutan padang
rumput untuk pengembalaan binatang ternak. Ayyam al Arab sendiri
secara etimologi memiliki arti hari-hari penting bangsa Arab. Meskipun al
Ayyam merupakan karya sastra yang mengandung informasi sejarah namun
peristiwa-peristiwa yang direkamnya tidak sistematis,
terputus-putus dan setiap informasi
yang disampaikannya berdiri sendiri-sendiri dan tidak memperhatikan waktu dan kronologinya serta tidak
mempertimbangkan kausalitas sejarah dan teori-teori sejarah tertentu.[7]
Ciri-ciri
umum ayyam al Arab
1. perhatian dicuarahkan pada kabilah
Arab. Dan kisah peperangan disampaikan secara lisan dalam bentuk prosa yang
diselingi syair
2. riwayat atau kisah kabilah diturunkan
secara lisan, sehingga menjadi milik bersama kabilah yang bersangkutan
3. tidak teraturnya kronologi dan waktu
4. objectifitasnya diragukan karena
mengagungkan satu kabilah dan merendahkan kabilah alin
5. disamping sebagian informasinya tidak
faktual, masih tetap bisa ditemukan fakta-fakta yang menunjukan kebenaran
sejarah.
2.
Al Ansab
Yang dimaksud dari al Ansab adalah
silsilah. Orang-orang Arab sangat menjaga dan memperhatikan silsilah (geneology),
ketika itu pengetahuan tentang silsilah merupakan satu cabang pengethauan yang
dianggap sangat penting sehingga setiap kabilah menghafal seilsilahnya agar
silsilah tersebut teta murni dan menjadi kebanggaan terhadap kabilah lain.
Meskipun didalam al Ansab ada petuunjuk sejarah, namun tidak bisa dikatan bahwa
ini adalah ekspresi kesadaran bangsa Arab terhadap sejarah, karena :
1. pada masa pra Islam perhatian terhadap silsalah belum mengambil tradisi
tulis baru sebatas hafalan.
2. pengetahuan tentang silsilah akan
lenyap jika tidak ada yang menghafalnya
3. hafalan mereka tentang nasab-nasab
bercampur dengan mitos
4. tradisi ini tidak menyebar pada
sejarah ”umum” yang \meliputi setiap kabilah, karena mereka memang belum
mengenal tanah air.[8]
E.
Histiografi Arab Masa Islam
Aliran-aliran Penulisan Sejarah Masa Awal Islam
Menurut
Husain Nashshar, penulisan sejarah di awal kebangkitan Islam bisa dibagi
menjadi tiga aliran yaitu : aliran Yaman, Aliran Madinah dan aliran Irak.
·
Aliran Yaman
Riwayat-riwayat tentang Yaman di
masa silam kebanyakan dalam bentuk hikayat (cerita). Isinya adalah
cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan. Aliran ini merupakan
kelanjutan dari corak sejarah sebelum Islam. Penulis pada aliran ini bisa
dijuluki tukang hikayat sementara hasilnya bisa disebut sebagai novel sejarah.
Karenanya para sejarawan tidak menilai hikayat-hikayatnya memiliki nilai
sejarah.
Diantara penulis yang termasuk pada
golongan ini adalah Ka’ab al Akhbar (wafat 32 H), Wahb ibn Munabbih (wafat 114
H) dan Abid Ibn Syariyyah al Jurhumi.
·
Aliran Madinah
Ilmu pengetahuan keagamaan Islam yang pertama kali berkembang adalah ilmu
hadits. Karena melalui ilmu hadits inilah kaum muslimin pertama-tama mengetahui
hukum-hukum Islam, penafsiran al Qur’an, sunnah Rasulullah, keteladanan
Rasulullah, dan lain sebagainya. Perkembangan ilmu hadits ini berlangsung
melalui periwayatan. Dari penulisan hadits-hadits nabilah para sejarawan
mengembangkan cakupannya sehingga membentuk satu tema sejarah tersendiri,
yaitu al maghazy (perang-perang yang dipimpin langsung oleh
Rasulullah), dan sirah an Nabawiyah (riwayat hidp nabi Mhammad
saw). Aliran yang muncul ini kemudian disebut dengan aliran Madinah, yait
alirah sejarah ilmiah yang mendalam yang banyak memfokuskan pada al
maghazi dan biografi Rasulullah saw. Dengan penekanan sisi sanad
sebagaimana pola ilmu hadits yang berkembang.[9]
Sejalan dengan riwayat
perkembangannya, para sejarawan dalam aliran ini terdiri dari para ahli hadits
dan hukum fiqih. Perkembangan dan orientasi aliran Madinah ini sangat ditentukan
oleh usaha-usaha dari dua ulama dalam bidang ilmu fiqh dan hadits yaitu ; Urwan
bin az Zubair dan az Zuhri muridnya. Ditangan az Zuhri aliran Madinah semakin
berkembang. Murid-murid az |Zhri seperti Musa ibn Uqbah dan Ibnu Ishaq
melanjutkan langkahnya, tetapi sangat disayangkan bahwa Ibnu Ishak banyak
mengambil bahan sejarahnya dari isroiliyat, sehingga nilai sejarah menjadi merosot kembali. Sangat jelas bahwa penulisan sejarah
bermula dan sangat erat hubungannya dengan ilmu hadits, bahkan dapat dikatan
bahwa sejarah merupakan cabang dari ilmu hadits itu sendiri. Langgamnya juga
menggunakan langgam hadits. Dimana pemaparan sejarahnya berkaitan tentang
keadaan, peristiwa-peristiwa penting sejarah dalam kehidupan Nabi dan kaum
muslimin pertama. Dalam hal ini ada gagasan tentang pentingnya pengetahuan
tentang sirah an nabawiyah dan pengalaman umat Islam.
Adapun orang yang pertama kali
membuat kerangka jelas bagi
penulisan as sirahadalah al Zuhri. Ia telah menggariskan dengan
jelas sehingga para sejarawan yang datang setelahnya tinggal menyempurnakan
kerangka tersebut dengan rinci. Dalam penulisannya ini al Zuhri sangat
memperhatikan kerangka kronologis sehingga ia menjelaskan semenjak pra
kenabian, priode Mekkah dan Madinah, selanjutnya ia juga melengkapi karyanya
dengan tahun kejadian sehingga mempermudah ntuk merekonstruksi kembali kerangka
karang buku al Zuhri.
·
Aliran Irak
Aliran ini lahir sesudah dua aliran
sebelumnya dengan bahasan yang lebih luas karena mencakup arus sejarah pra
Islam dan masa Islam. Dalam karya-karya sejarawan aliran ini, sejarah Irak
biasanya diuraikan lebih terperinci dan panjang, sedangkan yang berkenaan
dengna kota-kota lain hanya dibahasa sepintas. Kelahiaran aliran sjarah ini sangat
dipengaruhi oleh aspek-aspek politik, sosial dan budaya Islam yang sedang tmbuh
di kota-kota dan komunitas-komunitas baru.
Langkah pertama yang sangat menetukan perkembangan penulisan sejarah di
Irak dilakkan oleh bangsa Arab adalah pembukuan tradisi lisan sebagaimana yang
dilakukan oleh Ubaidullah ibn Abi Rifa’i.
Karena cakupan informasi dan subyek
kajiannya lebih luas daripada dua aliran sebelumnya, aliran Irak ini dapat
diaktakan sebagai kebangkitan sebenarnya penulisan sejarah sebagai ilmu.sejarah
pada masa ini mulai melepaskan diri dari pengaruh ilmu hadits dan bersamaan
dengan itu terlihat adanya upaya meninggalkan pengaruh pra Islam
yang mengandung banyak ketidak benaran, sepeti dongeng dan cerita khayal.
Aliran ini selanjutnaya melahirkan sejarawan-sejarawan besar dan diikuti oleh
hampir seluruh sejarawan yang datang kemudian. Diantara para sejarawan yang
berasal dari aliran ini adalah Awanah bin al Hakam (wafat 147 H), Sayf bin Umar
al Asadi at Tamimi (wafat 180 H) dan Abu Mikhnaf (wafat 157 H).[10]
3. Histografi islam kontemporer
Pada abad ke-19 terdapat beberapa terjemhan
karya-karya barat yang pernah terkenal. Sekarang ini banyak sejarawan Islam
yang memperleh pendidikan barat dalam latihan ilmiah dan metodologi. Mereka
mulai menerbitkan karya-karya sejarah penting, seperti biografi,sosial,dan
ekonomi mengenai sejarah Islam masa lampau. Sejarah histiografi secara umum
muslim Historiogrphy, karya ini banyak memberikan pengaruh besar dalam
menelusuri sejarah penulisan sejarah Islam.
Karya lain mengenai histiografi islam ditulis
oleh seorang intelektual muda india yaitu Nizar Ahmad Faruqi yang berjudul
Early Muslim Historiogrphy yang di terbit tahun 1979. Karyatersebut merupakan
disertasi yang menyajikan bahan-bahan penulisan sejarah pada permulaan islam
dan dapat dikatakan sebagai dokumntasi yang menyajikan presektif penulisan
sejarah pada permulaan islam (612-750), karya lain yang dapat dikatakan sebagai
dokumentasi yang dapat dijadikan bahan studi histiografi islam adalah tulisan
J.H Kramers.[11]
SIMPULAN
Dari penjelasan di atas maka dapat kita
simpulkan bahwa Histiografi Islam adalah penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang muslim
yang sebagian besar ditulis dalam bahasa arab.Yang pada perkembangan selanjutnya
lebih banyak digunakan untuk pemaparan mengenai
gejala-gejala, terutamam tentang keadaan manusia, dalam urutan kronologis.
Tujuan Histiografi Islam adalah
untuk menunjukan perkmbangan konsep sejarah baik di dalam pemikiran maupun di
dalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya disertai dengan uraian mengenai
pertumbuhan, perkembangan, dan kemunduran bentuk-bentuk ekspresi yang
dipergunakan dalam penyajian bahan-bahan sejarah. Histiografi islam sendiri di
bagi menjadi beberapa seperti histiografi arab pra islam, histiografi aeab masa
islam dan histiografi pada masa kontemporer.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Taufik. Ilmu Sejarah
dan Historiografi. Jakarta : Gramedia, 1985
Badri
Yatim. Historiografi Islam. Jakarta
: Logos. 1997.
Eka Martini. Histiografi. Palembang: noer
fikri.2012.
Sumber internet:
Blogapot.com/2013/05/makalah-histiografi-islam.html,dikses pada tanggal 4 oktober 2015,jam 20:17
http://belajarpraktis.com/2013/04/13/pengertian-historiografi.html
[2] Eka Martini, Histiografi, Palembang: noer
fikri, 2012.hlm:62
[3] Blogapot.com/2013/05/makalah-histiografi-islam.html,dikses pada tanggal 4 oktober 2015,jam 20:17
[4] http://belajarpraktis.com/2013/04/13/pengertian-historiografi.html
[5] http://www.pmiikomfaka.com/2015/04/ruang-lingkup-dan-manfaat-historiografi.html
[11]Ibid.,hlm: 67-68