Selasa, 29 Desember 2015

pengertian, ruang lingkup serta tujuan historiografi islam

PENDAHULUAN

Bangsa Arab sebagai sebuah bangsa yang terkenal dengan kemampuan yang luar biasa dalam menggubah sya’ir, dan sya’ir-sya’ir mereka diperlombakan, kemudian pemenang dari perlombaan tersebut akan mendapatkan penghormatan dengan digantungnya karya yang telah dihasilkan pada dinding Ka’bah. Melalui tradisi sastra inilah diketahui beberapa peristiwa-peristiwa besar yang pernah terjadi. dan nilai-nilai yang meyertai peristiwa penting itu juga mereka abadikan melalui kisah, dongeng, nasab, nyanyian, sya’ir dan sebagainya.
Demikian juga dengan para sejarawannya, mereka berusaha merekam setiap peristiwa penting yang terjadi, dan mereka senantiasa eksis dengan masalah-masalah relevan untuk dikaji yang mereka suguhkan. Karena itu mempelajari, menelaah dan merenungkan masalah-masalah yang mereka kemukakan tetap urgen terutama dalam rangka menanggulangi problem nyata yang kita hadapi. Ide-ide para sejarawan dan pemikir muslim, seperti, Ibnu Ishaq, at-Thobari, al Mas’udi, al-Biruni dan Ibnu Khaldun, serta para sejarawan lainnya. maka dalam makalah ini, penulis akan fokus membahas  apa pengertian dari histiografi,tujuan dan manfaat dari histigrafi islam itu sendiri.
Dimana histiografi adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa latin history,historia, yang bearti sejarah, bukti, bijaksana dan graaf. Sedangkan penfertian harafiah histiografi adalah tulisan tentang sejarah. Namun demikian sebagai ilmu histiografi merupakan bagian dari ilmu sejarah yang mempelajari hasil-hasil dari tulisan atau karya sejarah yang generasi ke generasi dari jaman ke jaman. Bahkan ada yang mengatakan bahwa histiografi adalah sejarah dari sejarah. Dengan ilmu histiografi akan dibahas hasil-hasil dari penulisan sejarah dari sejak manusia menghasilkan suatu karya sejarah bagaimanapun sederhana bentuknya seperti cerita rakyat,lagenda,mitos dan sebagainya sampai pada karya modern.



PEMBAHASA
A.    Pengertian Histigrafi Islam

Kata ”historiografi”merupakan gabungan dari dua kata, yaitu history yang berarti sejarah dan grafi yang berarti deskripsi/penulisan. History berasal dari kata benda Yunani ”istoria” yang berarti ilmu.[1] Jadi Histiografi Islam adalah penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang muslim yang sebagian besar ditulis dalam bahasa arab.Yang pada perkembangan selanjutnya lebih banyak digunakan untuk pemaparan mengenai gejala-gejala, terutamam tentang keadaan manusia, dalam urutan kronologis.[2] Sedang ”History” berarti arti masa lampau umat manusia. Sejarah memiliki dua pengertian, yaitu sebagai kejadian yang terjadi pada masa lampau dan sejarah sebagai ilmu, pada defenisi diatas sejarah hanya dipahami sebagai kejadian yang terjadi pada masa lampau sehingga untuk mewakili pemahaman bahwa sejarah sebagai sebuah disiplim ilmu, Taufik Abdllah meletakkan beberapa batasan tertentu tentang peristiwa masa lampau tersebut, yaitu :
1.      pembatasan menyangkut waktu. Konsensus sejarah menetapkan bahwa sejarah bermula ketika bukti-bukti sejarah tertulis telah ditemukan. Sedang sebelum adanya bukti tersebut masuk dalam kategori ”prasejarah”. 
2.      pembatasan tentang peristiwa. Hanya peristiwa yang menyangkut manusia yang menjadi objek sejarah
3.      pembatasan tempat. Agar menjadi ilmu maka tempat kejadian sebuah peristiwa menjadi bagian yang tidak terpisah sehingga bisa menjadi objek penelitian.
4.      seleksi. Tidak semua peristiwa yang terjadi pada manusia termasuk dalam kategori sejarah, semua kejadian tersebut bisa dianggap sejarah jika bisa digabung sehingga membentuk bagian-bagian dari suatu proses, atau dinamika yang menjadi perhatian sejarawan.[3]
Historiografi adalah penulisan sejarah. Historiografi merupakan tahap terakhir dari kegiatan penelitian untuk penulisan sejarah. Menulis kisah sejarah bukanlah sekadar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian, melainkan juga menyampaikan suatu pikiran melalui interpretasi sejarah berdasarkan fakta hasil penelitian.
Historiografi adalah ilmu yang mempelajari praktik ilmu sejarah. Hal ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk mempelajari metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai suatu disiplin akademik. Istilah ini dapat pula merujuk pada bagian tertentu dari tulisan sejarah. Sebagai contoh, “historiografi Indonesia mengenai Gerakan 30 September selama rezim Soeharto” dapat merujuk pada pendekatan metodologis dan ide-ide mengenai sejarah gerakan tersebut yang telah ditulis selama periode tersebut. Sebagai suatu analisis meta dari deskripsi sejarah, arti ketiga ini dapat berhubungan dengan kedua arti sebelumnya dalam pengertian bahwa analisis tersebut biasanya terfokus pada narasi, interpretasi, pandangan umum, penggunaan bukti-bukti, dan metode presentasi dari sejarawan lainnya.
Untuk itu, menulis sejarah memerlukan kecakapan dan kemahiran. Historiografi merupakan rekaman tentang segala sesuatu yang dicatat sebagai bahan pelajaran tentang perilaku yang baik. Sesudah menentukan judul, mengumpulkan bahan-bahan atau sumber serta melakukan kritik dan seleksi, maka mulailah menuliskan kisah sejarah.[4]


B.     Ruang Lingkup Historiografi Islam
Historiografi terdiri dari dua kata yakni history dan graph, yang secara maknawi dipahami sebagai sejarah penulisan sejarah. Apa yang kemudian menjadi pokok pembahasan adalah berkisar tentang sejarah dari penulisan sejarah, atau bisa dipahami, dalam konteks yang praktis, mempelajari bagaimana manusia menuliskan sejarahnya dari periode tertentu. Hampir dalam setiap zaman, terdapat segolongan manusia yang mengkhususkan diri mencatat pelbagai peristiwa dari masa lalu atau masa ketika ia hidup. Mulai dari jatuh bangunnya kerajaan, peperangan, wabah penyakit, silsilah dan lain sebagainya termaktub dalam penulisan sejarah.
Keberadaan penulisan sejarah adalah sejalan dengan urgensi (kepentingan) sejarah itu sendiri. Jika dalam beberapa perjumpaan yang lalu, pembahasan lebih banyak menekankan masalah sejarah sebagai peristiwa, maka dalam satu semester ke depan, kita tidak lagi membincangkan sejarah dari sudut pandang subjek, event (kejadian/peristiwa) serta kurun waktu yang menyertainya. Pembahasan akan menitikberatkan pada bagaimana manusia dari kurun tertentu menulis sejarahnya. Sepintas diketahui, tentu ada perbedaan yang mencolok dari hasil penulisan sejarah masa lalu, masa kerajaan Majapahit misalnya dengan Decawarnanna (Negarakertagama), dengan yang ditemukan di masa sekarang, sebagai contoh seperti buku Indonesia Dalam Arus Sejarah (terbit 2013).
Historiografi memiliki kedudukan penting dalam ilmu sejarah. Dari subjek perkuliahan ini, sejarawan,  mahasiswa serta penggemar sejarah dapat mengetahui bagaimana sejarah itu ditulis. Social setting  yang dijumpai pada kurun kerajaan-kerajaan Islam besar Berjaya, sekitar abad 16 hingga 17, tentu belum memungkinkan sejarah ditulis dalam suatu lembaran tertib dan sistematis yang dicetak rapi dalam suatu buku. Aksara latin pun belum dijumpai di masa itu, dan yang tidak kalah penting adalah semangat zaman (zeitgeist) masa itu belumlah terbangun untuk menghasilkan karya sejarah yang kaya akan tinjauan teoritis serta berimbang.
Perbedaan karakteristik di atas tentulah baru bisa dijumpai di masa kontemporer. Masa kerajaan besar, sejarah masihlah ditulis menggunakan tulisan tangan dan aksara yang sifatnya masih terlokalisir. Dikatakan terlokalisir, mengingat masing-masing kerajaan atau cakupan geografis tertentu mempunyai aksara dan lisan pengantar yang berbeda dengan daerah lainnya. Misalnya saja, aksara Melayu Jawi jamak ditemui di kerajaan-kerajaan atau wilayah yang didiami suku bangsa Melayu. Aksara Jawa Kawi yang banyak digunakan di sebagian besar kerajaan serta suku bangsa Jawa (Ha Na Ca Ra Ka) pada umumnya tidak dijumpai di Tanah Melayu, begitu pula sebaliknya.
Tinjaun lain dari historiografi adalah mengetahui ciri-ciri, identitas serta kekhasan dari penulisan sejarah dalam setiap periodenya. Hal tersebut bertujuan mengetahui sejauh mana latar sosial menyokong kelahiran dari suatu penulisan sejarah. Masa ketika Nusantara dikuasai kerajaan besar misalnya, maka penulisan sejarah akan lebih banyak menyoroti keagungan raja yang sepintas membentuk persepsi bahwa raja-raja selalu mendapatkan kejayaan dalam setiap kepemimpinannya, dan menyedikitkan informasi mengenai kelemahan dan kegagalan raja. Uraian tersebut lazim disebut dengan istilah istana sentris. Ini merupakan salah satu ciri khas yang mencolok dari historiografi tradisional.
Salah satu contoh populer dari penulisan historiografi tradisional adalah buah tangan Nuruddin ar-Raniri berjudul Bustanussalatin. Dalam bait 12 dan 13 versi PNRI (Perpustakaan Nasional Indonesia) maka pembahasannya berkisar pada silsilah dan sejarah perkembangan kerajaan Melayu, di mulai dari kemunculan tiga keturunan Iskandar Zulkarnain di Bukit Siguntang Palembang. Mereka adalah Sang Sapurba, Sang Binaka dan Sang Nila Utama, dari ketiganyalah raja-raja Melayu berasal. Dari sini, pemaparannya terus berlanjut hingga penderian kerajaan-kerajaan Melayu seperti Malaka, Aceh Darussalam, Pahang, Siak dan lain-lain. Hal-hal yang disampaikan ar-Raniri umumnya adalah kemajuan atau kejayaan, perang, perebutan tahta serta hal-hal lain yang hanya melibatkan raja dan keluarganya.
Hal yang berbeda dijumpai ketika menghadapi karya-karya sejarah yang ditulis bangsa Eropa. Ketika membaca beberapa karya C. Snouck Hurgronje (Aceh di Mata Kolonialis Jilid I & II) F. W. Stapel ( Geschiedenis van Nederland Indie) atau juga H. J. De Graaf (Mengenai Mataram sekitar 6 Jilid).  maka terasa betul superioritas bangsa Eropa atas penduduk Nusantara. Pandangan “hitam putih” akan mudah dijumpai, betapa bangsa asing memandang rendah kaum pribumi. Beberapa ada yang tegas menyatakannya, namun yang lain menyelipkan subjektivitas tersebut dalam suatu penilaian pribadinya. Jika membaca karya-karya ketiga sejarawan kolonialis tersebut, maka akan terasa betapa penulisan sejarah mereka hanyalah didasari oleh semangat “ingin menginformasikan” dan bukan pada tahap “membentuk persepsi kebangsaan Indonesia”. Penulisan sejarah kolonial dipandang sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan mereka atas Nusantara.
Kemudian, pengalaman yang agak berbeda kita jumpai pula tatkala membaca Sejarah Nasional Indonesia terbitan Balai Putaka yang dieditori oleh Marwati Djoened Ibrahim, Sartono Kartodirdjo dan Nugroho Notosusanto, edisi pertamanya baru terbit tahun 1975. Karya sejarah ini merupakan wujud dari kegelisahan intelektual peserta Kongres Sejarah I yang diadakan di Yogyakarta tahun 1957. Salah satu keputusan penting dalam kongres itu adalah bahwa orang Indonesia haruslah menulis sejarahnya sendiri berdasarkan pada perspektif nasionalisme. Sejarah tidak lagi dianggap sebagai hanya uraian mengenai masa lalu, melainkan sebagai pelajaran menumbuhka kecintaan dan kesetiaan pada negara.
Uraian sejarah Nusantara ditampilkan dengan format bahasa Indonesia (bukan terjemahan) dan didasari pada semangat zaman bahwa bangsa kita mempunyai sejarah yang besar dan ini merupakan modalitas untuk menjemput perubahan-perubahan elemental ke depan. Karya sejarah tersebut masuk dalam kategori historiografi sesudah tahun 1957. Periode ini ditandai dengan gegap gempitanya pencarian identitas bangsa melalui sejarah. Pada titik tersebut, barulah dipahami bahwa “sejarah adalah cerminan masa depan” dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan.
Dari ketiga contoh penulisan sejarah di atas, masing-masing dibuat di masa yang berbeda, bukan hanya dilihat dari tahunnya melainkan dari latar sosialnya. Historiografi juga menelaah seputar bagaimana karya itu bisa ditulis serta sebab-sebab yang melatarbelakangi penulisan tersebut. Untuk itu, selanjutnya, mahasiswa diharapkan mengetahui secara holistik (menyeluruh) mengenai keadaan sosio-politik dan budaya yang mendasari suatu penulisan sejarah. Baik periode tradisional, kolonial serta modern tentu mempunyai karakteristik yang saling berbeda. Nah,karakteristik ini juga menjadi perhatian dari studi historiografi.[5]

C.    Tujuan Histiografi islam

Histigrafi  islam adalah penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang muslim yang sebagian besar di tulis oleh orang Arab. Tujuan Histiografi Islam adalah untuk menunjukan perkmbangan konsep sejarah baik di dalam pemikiran maupun di dalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya disertai dengan uraian mengenai pertumbuhan, perkembangan, dan kemunduran bentuk-bentuk ekspresi yang dipergunakan dalam penyajian bahan-bahan sejarah.
Histiografi Islam juga berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan agama islam dan kedudukan sejarah di dalam pendidikan islam telah memberikan pengaruh yang menentukan tingkat intelektual penulisan sejarah.[6]
D.    Historiografi Arab Pra Islam
            Orang Arab sebelum Islam dan pada awal kebangkitan Islam tidak menulis sejarah. Ada dua faktor yang menyebabkan mereka tidak menulis sejarah tersebut. pertama, karena mayoritas mereka adalah orang-orang yang buta aksara. Kedua, anggapan mereka bahwa kekuatan mengingat lebih terhormat daripada menulis. Sehingga semua peristiwa hanya diingat dan diceritakan berulang-ulang.
Adapun sejarah Arab pra Islam yang dapat dipercaya adalah peninggalan-peninggalan arkeologis yang masih dapat ditemukan didaerah Yaman, Hadhramaut, sebelah utara Hijaz dan sebelah selatan Syiria. Untuk mengetahui secara mendalam sejarah perjalanan dan warisan asli penduduk Jazirah Arab pada masa Jahiliyah, maka hanya tradisi lisan yang bisa ditelusuri, karena orang-orang Arab pra Islam telah mengenal tradisi yang menyerupai bentuk sejarah lisan tersebut, baik yang dikenal dengan al Ayyam maupun al Ansab.

1.      Ayyam al Arab
Adapun yang dimaksud dengan ayyam al Arab perang-perang antar kabilah Arab. Dikalangan kabilah Arab Jahiliyah sangat sering terjadi perang antar kabilah baik disebabkan perselisihan untuk memilih pemimpin, perebutan sumber air dan perebutan padang rumput untuk pengembalaan binatang ternak. Ayyam al Arab sendiri secara etimologi memiliki arti hari-hari penting bangsa Arab. Meskipun al Ayyam merupakan karya sastra yang mengandung informasi sejarah namun peristiwa-peristiwa yang direkamnya tidak sistematis, terputus-putus dan setiap informasi yang disampaikannya berdiri sendiri-sendiri dan tidak memperhatikan waktu dan kronologinya serta tidak mempertimbangkan kausalitas sejarah dan teori-teori sejarah tertentu.[7] 
            Ciri-ciri umum ayyam al Arab
1.      perhatian dicuarahkan pada kabilah Arab. Dan kisah peperangan disampaikan secara lisan dalam bentuk prosa yang diselingi syair
2.      riwayat atau kisah kabilah diturunkan secara lisan, sehingga menjadi milik bersama kabilah yang bersangkutan
3.      tidak teraturnya kronologi dan waktu
4.      objectifitasnya diragukan karena mengagungkan satu kabilah dan merendahkan kabilah alin
5.      disamping sebagian informasinya tidak faktual, masih tetap bisa ditemukan fakta-fakta yang menunjukan kebenaran sejarah.

2.      Al Ansab
Yang dimaksud dari al Ansab adalah silsilah. Orang-orang Arab sangat menjaga dan memperhatikan silsilah (geneology), ketika itu pengetahuan tentang silsilah merupakan satu cabang pengethauan yang dianggap sangat penting sehingga setiap kabilah menghafal seilsilahnya agar silsilah tersebut teta murni dan menjadi kebanggaan terhadap kabilah lain. Meskipun didalam al Ansab ada petuunjuk sejarah, namun tidak bisa dikatan bahwa ini adalah ekspresi kesadaran bangsa Arab terhadap sejarah, karena :
1. pada masa pra Islam perhatian terhadap silsalah belum mengambil tradisi tulis baru sebatas hafalan.
2.      pengetahuan tentang silsilah akan lenyap jika tidak ada yang menghafalnya
3.      hafalan mereka tentang nasab-nasab bercampur dengan mitos
4.      tradisi ini tidak menyebar pada sejarah ”umum” yang \meliputi setiap kabilah, karena mereka memang belum mengenal tanah air.[8]

E.     Histiografi Arab Masa Islam

Aliran-aliran Penulisan Sejarah Masa Awal Islam
            Menurut Husain Nashshar, penulisan sejarah di awal kebangkitan Islam bisa dibagi menjadi tiga aliran yaitu : aliran Yaman, Aliran Madinah dan aliran Irak.
·         Aliran Yaman
Riwayat-riwayat tentang Yaman di masa silam kebanyakan dalam bentuk hikayat (cerita). Isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng kesukuan. Aliran ini merupakan kelanjutan dari corak sejarah sebelum Islam. Penulis pada aliran ini bisa dijuluki tukang hikayat sementara hasilnya bisa disebut sebagai novel sejarah. Karenanya para sejarawan tidak menilai hikayat-hikayatnya memiliki nilai sejarah.
Diantara penulis yang termasuk pada golongan ini adalah Ka’ab al Akhbar (wafat 32 H), Wahb ibn Munabbih (wafat 114 H) dan Abid Ibn Syariyyah al Jurhumi.
·         Aliran Madinah
Ilmu pengetahuan keagamaan Islam yang pertama kali berkembang adalah ilmu hadits. Karena melalui ilmu hadits inilah kaum muslimin pertama-tama mengetahui hukum-hukum Islam, penafsiran al Qur’an, sunnah Rasulullah, keteladanan Rasulullah, dan lain sebagainya. Perkembangan ilmu hadits ini berlangsung melalui periwayatan. Dari penulisan hadits-hadits nabilah para sejarawan mengembangkan cakupannya sehingga membentuk satu tema sejarah tersendiri, yaitu al maghazy (perang-perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah), dan sirah an Nabawiyah (riwayat hidp nabi Mhammad saw). Aliran yang muncul ini kemudian disebut dengan aliran Madinah, yait alirah sejarah ilmiah yang mendalam yang banyak memfokuskan pada al maghazi dan biografi Rasulullah saw. Dengan penekanan sisi sanad sebagaimana pola ilmu hadits yang berkembang.[9]
Sejalan dengan riwayat perkembangannya, para sejarawan dalam aliran ini terdiri dari para ahli hadits dan hukum fiqih. Perkembangan dan orientasi aliran Madinah ini sangat ditentukan oleh usaha-usaha dari dua ulama dalam bidang ilmu fiqh dan hadits yaitu ; Urwan bin az Zubair dan az Zuhri muridnya. Ditangan az Zuhri aliran Madinah semakin berkembang. Murid-murid az |Zhri seperti Musa ibn Uqbah dan Ibnu Ishaq melanjutkan langkahnya, tetapi sangat disayangkan bahwa Ibnu Ishak banyak mengambil bahan sejarahnya dari isroiliyat, sehingga nilai sejarah menjadi merosot kembali. Sangat jelas bahwa penulisan sejarah bermula dan sangat erat hubungannya dengan ilmu hadits, bahkan dapat dikatan bahwa sejarah merupakan cabang dari ilmu hadits itu sendiri. Langgamnya juga menggunakan langgam hadits. Dimana pemaparan sejarahnya berkaitan tentang keadaan, peristiwa-peristiwa penting sejarah dalam kehidupan Nabi dan kaum muslimin pertama. Dalam hal ini ada gagasan tentang pentingnya pengetahuan tentang sirah an nabawiyah dan pengalaman umat Islam.
Adapun orang yang pertama kali membuat kerangka jelas bagi penulisan as sirahadalah al Zuhri. Ia telah menggariskan dengan jelas sehingga para sejarawan yang datang setelahnya tinggal menyempurnakan kerangka tersebut dengan rinci. Dalam penulisannya ini al Zuhri sangat memperhatikan kerangka kronologis sehingga ia menjelaskan semenjak pra kenabian, priode Mekkah dan Madinah, selanjutnya ia juga melengkapi karyanya dengan tahun kejadian sehingga mempermudah ntuk merekonstruksi kembali kerangka karang buku al Zuhri.
·         Aliran Irak
Aliran ini lahir sesudah dua aliran sebelumnya dengan bahasan yang lebih luas karena mencakup arus sejarah pra Islam dan masa Islam. Dalam karya-karya sejarawan aliran ini, sejarah Irak biasanya diuraikan lebih terperinci dan panjang, sedangkan yang berkenaan dengna kota-kota lain hanya dibahasa sepintas. Kelahiaran aliran sjarah ini sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek politik, sosial dan budaya Islam yang sedang tmbuh di kota-kota dan komunitas-komunitas baru.
Langkah pertama yang sangat menetukan perkembangan penulisan sejarah di Irak dilakkan oleh bangsa Arab adalah pembukuan tradisi lisan sebagaimana yang dilakukan oleh Ubaidullah ibn Abi Rifa’i.
Karena cakupan informasi dan subyek kajiannya lebih luas daripada dua aliran sebelumnya, aliran Irak ini dapat diaktakan sebagai kebangkitan sebenarnya penulisan sejarah sebagai ilmu.sejarah pada masa ini mulai melepaskan diri dari pengaruh ilmu hadits dan bersamaan dengan itu terlihat adanya upaya meninggalkan pengaruh pra Islam yang mengandung banyak ketidak benaran, sepeti dongeng dan cerita khayal. Aliran ini selanjutnaya melahirkan sejarawan-sejarawan besar dan diikuti oleh hampir seluruh sejarawan yang datang kemudian. Diantara para sejarawan yang berasal dari aliran ini adalah Awanah bin al Hakam (wafat 147 H), Sayf bin Umar al Asadi at Tamimi (wafat 180 H) dan Abu Mikhnaf (wafat 157 H).[10]

3.      Histografi islam kontemporer
Pada abad ke-19 terdapat beberapa terjemhan karya-karya barat yang pernah terkenal. Sekarang ini banyak sejarawan Islam yang memperleh pendidikan barat dalam latihan ilmiah dan metodologi. Mereka mulai menerbitkan karya-karya sejarah penting, seperti biografi,sosial,dan ekonomi mengenai sejarah Islam masa lampau. Sejarah histiografi secara umum muslim Historiogrphy, karya ini banyak memberikan pengaruh besar dalam menelusuri sejarah penulisan sejarah Islam.
Karya lain mengenai histiografi islam ditulis oleh seorang intelektual muda india yaitu Nizar Ahmad Faruqi yang berjudul Early Muslim Historiogrphy yang di terbit tahun 1979. Karyatersebut merupakan disertasi yang menyajikan bahan-bahan penulisan sejarah pada permulaan islam dan dapat dikatakan sebagai dokumntasi yang menyajikan presektif penulisan sejarah pada permulaan islam (612-750), karya lain yang dapat dikatakan sebagai dokumentasi yang dapat dijadikan bahan studi histiografi islam adalah tulisan J.H Kramers.[11]

















SIMPULAN

Dari penjelasan di atas maka dapat kita simpulkan bahwa Histiografi Islam adalah penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang muslim yang sebagian besar ditulis dalam bahasa arab.Yang pada perkembangan selanjutnya lebih banyak digunakan untuk pemaparan mengenai gejala-gejala, terutamam tentang keadaan manusia, dalam urutan kronologis.
Tujuan Histiografi Islam adalah untuk menunjukan perkmbangan konsep sejarah baik di dalam pemikiran maupun di dalam pendekatan ilmiah yang dilakukannya disertai dengan uraian mengenai pertumbuhan, perkembangan, dan kemunduran bentuk-bentuk ekspresi yang dipergunakan dalam penyajian bahan-bahan sejarah. Histiografi islam sendiri di bagi menjadi beberapa seperti histiografi arab pra islam, histiografi aeab masa islam dan histiografi pada masa kontemporer.


















DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Taufik. Ilmu Sejarah dan Historiografi. Jakarta : Gramedia, 1985
Badri Yatim.  Historiografi Islam. Jakarta : Logos. 1997.
Eka Martini. Histiografi. Palembang: noer fikri.2012.

Sumber internet:
Blogapot.com/2013/05/makalah-histiografi-islam.html,dikses pada tanggal 4 oktober 2015,jam 20:17

http://belajarpraktis.com/2013/04/13/pengertian-historiografi.html





[1] Abdullah Taufik, Ilmu Sejarah dan Historiografi,Jakarta : Gramedia, 1985,hlm:78

[2] Eka Martini, Histiografi, Palembang: noer fikri, 2012.hlm:62

[3] Blogapot.com/2013/05/makalah-histiografi-islam.html,dikses pada tanggal 4 oktober 2015,jam 20:17

[4] http://belajarpraktis.com/2013/04/13/pengertian-historiografi.html
[5] http://www.pmiikomfaka.com/2015/04/ruang-lingkup-dan-manfaat-historiografi.html
[6] Eka Martini, Histiografi, Palembang: noer fikri, 2012.hlm:68


[7] Badri Yatim,  Historiografi Isla, Jakarta : Logos, 1997,hlm:35

[8] Ibid.,hlm36-37
[9] Eka Martini, Histiografi, Palembang: noer fikri, 2012.hlm:64-66
[10] Ibid.,hlm 67
[11]Ibid.,hlm: 67-68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar